Kamis, 14 Februari 2013

Makalah Membangun budaya kejujuran dari UN

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim
Puji serta syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikani rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salamnya semoga dilimpahkan kepada junjunan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, serta orang-orang yang taat kepada ajarannya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangannya, baik dalam penyusunan maupun dalam tutur bahasanya.Namun penulis tetap mengharapkan dan semoga makalah ini dapat memberi manfaat pada semua yang berkepentingan, khususnya bagi penulis sendiri.
Untuk itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan sebagai landasan penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah yang sederhana ini mencapai tujuan yang dimaksud dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.

Banjarmasin, Desember 2012

                                                 Sarjani





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................4
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................................5
3.1 Pengertian Ujian Nasional................................................................................................
3.2 Bagaimana Penyebab Seseorang melakukan Kecurangan dari Ujian Nasional?..........
3.3 Bagaimana Dampak Positif dan Negatif dari Ujian Nasional?........................................
3.4 Bagaimana Jika Ujian Nasional menjadi salah Satu Kebutuhan?.............................
3.5 Bagaimana Perlu-tidaknya untuk menghadapi Pro dan kontra?................................
3.6 Bagaimana Cara membangun kejujuran dari Ujian Nasional?.....................................
BAB IV PENUTUP............................................................................................................
4.1 Kesimpulan...................................................................................................................
4.2 Saran-saran....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................




BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persoalan yang dihadapi didunia Pendidikan didalam Sekolah saat Ujian Nasional sering kali melakukan perbuatan yang tidak jujur,padahal pendidikan semacam Ujian Nasional digunakan, karena dalam pelaksanaannya hanya mendorong para pendidik dan peserta didik menggunakan berbagai macam cara untuk dapat lulus ujian nasional tanpa memperhatikan nilai dan norma yang selama masa studinya dipelajari, pasalnya ujian nasional sampai saat ini hanya berorientasi terhadap hasil nilai akhir semata, alih-alih evaluasi justru kehilangan jati diri karena menghalalkan segala cara untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam ujian nasional.
Pendidikan bukan hanya sebatas transfer of knowledge,melainkan sebagai upaya pembimbingan peserta didik untuk mencapai perkembangan,baik secara jasmani dan rohani ke arah kedewasaan agar terbentuknya karakter yang baik.Akan tetapi,lagi-lagi masalah tersebut dianggap hal yang wajar saja saat ujian nasional yang dilakukan pelajar  serta para guru membiarkan perbuatan tersebut.
Namun,juga salah melakukan perbuatan tidak jujur dengan kondisi nyata saat Ujian Nasional(UN),hal ini bisa disebabkan 2(dua) hal,yaitu: Pertama,para guru dalam hal mengajar mengalami kegagalan sehingga beliau melakukan hal tersebut.Kedua,kurang tepatnya sistem pendidikan dianut diIndonesia yang berbagai banyak mata pelajaran sedangkan kondisi siswa siswi belum dapat menampung.
Oleh karena itu, masalah budaya tidak jujur atau curang saat Ujian Nasional(UN),merupakan salah satu hal yang cukup disoroti banyak pihak baik dimata pemerintah ataupun masyarakat. Berdasarkan pertimbangan di atas penulis merasa tertarik untuk membuat makalah ini dengan memilih judul : “MEMBANGUN BUDAYA KEJUJURAN DARI UJIAN NASIONAL(UN)”.
1.2 Rumusan Masalah
Di dalam pembuatan makalah ini penulis mengambil sebuah judul “.MEMBANGUN BUDAYA KEJUJURAN DARI UJIAN NASIONAL(UN)”.Dengan orientasi untuk memberikan gambaran umum dari seputar dunia pendidikan di Indonesia itu sangat luas maka penulis batasi dengan pembatasan sebagai berikut:
1)Apa itu pengertian Ujian Nasional?
2)Bagaimana Penyebab Seseorang melakukan kecurangan dari Ujian Nasional?
3) Bagaimana dampak positif dan negatif dari Ujian Nasional?
4)Bagaimana jika Ujian Nasional menjadi salah satu kebutuhan?
5) Bagaimana Perlu-tidaknya untuk menghadapi Pro dan kontra?
6) Bagaimana Cara membangun kejujuran dari Ujian Nasional?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan utama penulisan pembuatan makalah ini ialah sebagai berikut :
1) Untuk memenuhi salah satu syarat Tugas Akhir Semester Pertama mata kuliah Pengantar Pendidikan.
2) Untuk mencoba kemampuan penulis sendiri membuat makalah dengan memperoleh  Potret Pendidikan Indonesia masa kini serta dari berbagai sumber dari Internet dan Buku.
3) Untuk memberikan gambaran umum tentang Budaya tidak jujur atau dari UN.

                             

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Ujian Nasional(UAN) adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan menengah. Ujian Nasional bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
Pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan;
Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
Penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Mata pelajaran yang diujikan pada Ujian Nasional SMA/MA:
Program IPA, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi.
Program IPS, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi.
Program Bahasa, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Bahasa Asing lain yang diambil, Sejarah Budaya/ Antropologi, dan Sastra Indonesia.
Program Keagamaan, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, dan Ilmu Kalam.
Standar Kompetensi Lulusan Ujian Nasional (SKLUN) Tahun Pelajaran 2008/2009 merupakan irisan (interseksi) dari pokok bahasan/sub pokok bahasan Kurikulum 1994, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada Kurikulum 2004, dan Standar Isi. Kurikulum 1994 adalah kurikulum pendidikan menengah yang sudah berlaku secara nasional sejak tahun pelajaran 1994/1995 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993, Nomor 061/U/1993 Tahun 1993, Nomor 080/U/1993, Nomor 126/U/1993, dan Nomor 129/U/1993.

















BAB III
                                                          PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Ujian Nasional
Ujian Nasional merupakan salah satu bentuk evaluasi pendidikan yang pada saat ini digunakan dalam evaluasi pembelajaran di Indonesia. Meskipun pada November tahun 2009 Mahkamah Konstitusi telah memutuskan menghapus system yang berlaku pada Ujian Nasional (UN), namun system yang digunakan saat ini pun nampaknya belum terjadi perubahan yang signifikan.
Pada dasarnya tujuan ujian nasional adalah memberikan evaluasi terhadap peserta didik akan materi yang telah diterima selama masa studinya, namun dalam implementasi pada saat ini ujian nasional justru menjadi hal yang teramat menakutkan bagi para peserta didik, pasalnya ujian nasional hari ini dijadikan satu-satunya penentu kelulusan bagi para peserta didik. Hal inilah yang rutin setiap tahunnya menjadi sebuah pro kontra dikalangan masyarakat, bahkan tak hayal menjadi sebuah permasalahan yang teramat krusial.
System penilaian ujian nasional kini diubah persentasenya sesuai dengan keputusan bersama dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), sesuai kesepakatan dengan menjunjung prinsip keadilan yaitu 40% dari hasil ujian nasional dan 60 % dari hasil lapor belajar peserta didik di sekolah, padahal menurut sri martini dalam bukunya pengantar ilmu pendidikan, proses pendidikan merupakan kegiatan utama pengubah input (peserta didik) menjadi output disinlah peran utama pendidikan. Dalam aktivitas pendidikan tidak hanya melihat hasil, tetapi justru yang penting adalah prosesnya. Peserta didik yang hasil belajarnya baik, belum tentu karena adanya kecurangan dalam mengikuti tes.Meskipun pada saat ini system penilaian ujian nasional telah dirubah persentasenya namun masih saja ujian nasional menjadi suatu hal yang menakutkan bagi peserta didik.
Apabila kita perhatikan tingkat kelulusan Ujian Nasional tahun 2010 pada jenjang SMA yang mengalami penurunan yang signifikan daripada hasil kelulusan Ujian Nasional pada tahun 2009, jika di tahun 2009 persentase kelulsan mencapai 95,05% sedangkan pada tahun 2010 persentasenya hanya mencapai 89,61%. Data yang diambil dari data kementerian pendidikan tersebut menggambarkan kurang relevannya model evaluasi pendidikan semacam Ujian Nasional digunakan, karena dalam pelaksanaannya hanya mendorong para pendidik dan peserta didik menggunakan berbagai macam cara untuk dapat lulus ujian nasional tanpa memperhatikan nilai dan norma yang selama masa studinya dipelajari, pasalnya ujian nasional sampai saat ini hanya berorientasi terhadap hasil nilai akhir semata, alih-alih evaluasi justru kehilangan jati diri karena menghalalkan segala cara untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam ujian nasional.
Sedangkan menurut keterangan, tingkat kelulusan UN tahun 2012 SMA SMK MA mencapai 99,5% secara Nasional. Namun bagi 0,5% yang tidak lulus UN jangan patah arang, stress atau patah semangat, karena masih ada kesempatan dengan cara mengikuti ujian kesetaraan paket C, yang dilaksanakan pada medio Juli 2012 atau dengan cara mengulang pada UN tahun berikutnya.Sementara menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Siswa yang tidak lulus UN terbanyak berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 5,50%, dan Provinsi Gorontalo 4,24%. Sementara provinsi yang tingkatan tidak lulus UN terkecil adalah Jawa Timur sebesar 0,07%.
3.2 Penyebab Seseorang Melakukan Kecurangan dari Ujian Nasional
 Faktor-faktor Penyebab siswa menyontek saat melaksanakan ujian dan ulangan antara lain adalah :
a. Tekanan yang terlalu besar yang diberikan kepada “hasil studi” berupa angka dan nilai yang diperoleh siswa dalam test formatif atau sumatif
b. Pendidikan moral baik di rumah maupun di sekolah kurang diterapkan dalam kehidupan siswa
c. Sikap malas yang terukir dalam diri siswa sehingga ketinggalan dalam menguasai mata pelajaran dan kurang bertanggung jawab
d. Anak remaja lebih sering menyontek dari pada anak SD, karena masa remaja bagi mereka penting sekali memiliki banyak teman dan populer di kalangan teman- teman sekelasnya
e. Kurang mengerti arti dari pendidikan
Dari beberapa faktor penyebab di atas, dapat dikatakan siswa memiliki masalah di sekolah dan konsep diri yang rendah. Maka sebagai guru agama berkewajiban memberikan motivasi siswa yang menyontek saat ujian dan ulangan dengan membiasakan bersikap jujur dalam setiap perbuatan yang dilakukan siswanya dan membangkitkan konsep percaya diri dan berusaha diri yang lebih baik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam setiap kegiatan secara maksimal guru agama Islam dalam memahami masalah siswa, menurut Muhaimin dan Abd. Mujib adalah sebagai berikut:
1. Siswa bukanlah miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri sehingga metode belajar mengajar tidak boleh disamakan denagan orang dewasa.
2. Siswa mengikuti periode- periode perkembangan tertentu dan mempunyai pola perkembangan serta tempo dan iramanya. Implimintasi terhadap pendidikan adalah bagaimana menyesuaikan proses pendidiakn itu dengan pola dan tempo, serta irama dan perkembangan siswa itu sendiri.
3. Siswa memiliki kebutuhan dan menuntut untuk memenuhi kebutuhan itu semaksimal mungkin.
4. Siswa memiliki perbedaan antara individu – individu dengan individu yang lain, baik perbedaan yang disebabkan faktor endogen ( fitrah) maupun eksogen ( lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat, minat dan lingkungan yang mempengaruhinya.
5. Siswa dipandang sebagai kesatuan sistem manusia ( cipta, rasa ,karsa).
6. Siswa merupakan objek pendidikan yang aktif dan kreatif serta produktif
3.3 Dampak Positif dan Negatif dari Ujian Nasional
Ø  Dampak postiif
Ada beberapa dampak positif dari Ujian Nasional ,yaitu.:
1.membuat orang semakin bekerja keras untuk mendapatkan nilai yang bagus
2.membuat orang makin cerdas
3.tidak ada waktu terbuang dari hal-hal yang tidak perlu
4.selalu ada motipasi belajar yang giat
Ø  Dampak Negatif Ujian Nasional
Perhelatan rutin tahunan Ujian Nasional telah usai. Sebagai sebuah kebijakan pemerintah Ujian Nasional jelas ada sisi positif (manfaat) dan juga ada sisi negatifnya (madharat). Untuk kasus Ujian Nasional, manfaatnya jelas ada, dampak/ekses negatif dari Ujian Nasional itu jauh lebih besar dibanding dengan manfaatnya. Tulisan ini sengaja hanya akan mencoba menguak dampak negatif dari pelaksanaan Ujian Nasional dengan sistem yang ada sekarang. Bukankah Ujian Nasional yang sungguh telah menghabiskan dana negara atau uang rakyat yang sangat banyak itu, langsung maupun tidak langsung, sebenarnya telah meninggalkan efek negatif terhadap masyarakat di dalam mempersepsi keberadaan pendidikan nasional?.
Dampak negatif dari sistem Ujian Nasional yang ada sekarang ini adalah bergesernya paradigma (wijhat al- Nadzar) bagi para praktisi pendidikan, peserta didik dan wali pseserta didik.
Pertama, konstruk berfikir para kepala sekolah / madrasah dan guru tentang hakekat atau substansi dari kegiatan pendidikan sekarang ini hanyalah sebatas mengantarkan para peserta didik untuk lulus Ujian Nasional saja. Akibatnya, tentang bagaimana mengantarkan peserta didik untuk menjadi anak yang cerdas sebagaimana dirumuskan dalam tujuan utama pendidikan nasional, tidak pernah terpikirkan secara sistemik. Karena yang penting bagaimana para peserta didik itu siap berlaga dalam Ujian Nasional yang hanya terdiri dari tiga mata pelajaran tersebut.
Kedua, dampak Ujian Nasional bagi peserta didik adalah timbulnya pemahaman yang keliru terhadap makna bejalar di sekolah/madrasah. Tujuan study (belajar) yang mestinya dalam rangka mencari ilmu (thalab al- ‘ilmi), kecerdasan dan akhlak yang mulia (akhlak al-Karimah) berubah menjadi sekedar meraih kelulusan Ujian Nasional untuk tiga mata pelajaran Ujian Nasional. Akibatnya, mata pelajaran yang tidak di Ujian Nasional kan akhirnya menjadi dinomorduakan, termasuk gurunya. Kondisi demikian ini masih diperparah oleh sistem pelaksanaan Ujian Nasionalnya tidak jujur. Setiap kali ada pelaksanaan Ujian Nasional hampir pasti muncul aroma yang cukup tajam bahwa ada beberapa sekolah/madrasah yang dalam pelaksanaan Ujian Nasionalnya tidak fair-play alias tidak jujur. Artinya, dalam pelaksanaan Ujian Nasional di tingkat sekolah/madrasah itu panitianya dan tentu dengan “restu” kepalanya secara langsung atau tidak langsung membantu siswa supaya lulus Ujian Nasional, misalnya dengan cara memberi kunci jawaban kepada peserta Ujian Nasional, dan juga bisa dengan cara menggunakan siswa pandai untuk “dicontoh” oleh peserta didik yang memang lemah.
Sebenarnya untuk mendeteksi sebuah sekolah/madrasah bertindak curang atau tidak itu tidak terlalu sulit, di antaranya menanyakan kepada para peserta didik yang baru saja menyelesaikan belajarnya (tamat). Dari informasi tersebut dapat diketahui bahwa sebuah sekolah/madrasah itu melakukan curang/ tidak. Di samping itu, di dunia pendidikan kita sekarang ini muncul “keanehan-keanehan”. Pertanyaannya adalah “ada apa denganmu panitia Ujian Nasional di tingkat sekolah/madrasah?” Sekolah/madrasah yang dalam pelaksanaan Ujian Nasionalnya itu tidak jujur dan tidak fair-play, sebenarnya lembaga pendidikan tersebut telah melakukan “kejahatan intelektual” secara berjama’ah. Siapa yang paling berdosa, tidak lain adalah panitia Ujian Nasional di tingkat sekolah/madrasah yang tentu saja “dikomandani” oleh kepala sekolah/kepala madrasahnya. Dengan melakukan kecurangan, berarti telah menafikan nilai-nilai akademis dari sebuah kegiatan pendidikan yaitu kejujuran (fairness) dan obyektifitas (objectivity) itu sendiri. Kalau dalam wilayah ilmu itu tidak jujur, jelas itu merupakan bentuk “kejahatan intelektual”. Bagi sekolah/madrasah yang dalam pelaksanaan Ujian Nasionalnya curang, maka akan berdampak pada peserta didik di kelas bawahnya yang tahun berikutnya akan melaksanakan Ujian Nasional. Mereka para adik kelas yang mwngetahui bahwa kakak kelas dalam Ujian Nasionalnya itu dibantu oleh guru, maka jelas mereka akan “ogah-ogahan” dalam belajar karena mereka tahu bahwa nanti pada saat UJian Nasional pasti akan dibabntu oleh guru sebagaimana kakak kelasnya dulu.
Ketiga, dampak negatif terhadap wali peserta didik adalah bahwa sekarang ini sudah banyak wali peserta didik yang beranggapan bahwa yang namanya sukses pendidikan anaknya yaitu apabila anaknya lulus Ujian Nasional. Degan demikian para wali peserta didik sudah tidak lagi memperdulikan apakah anaknya itu akhlak/kelakuannya baik atau tidak, menjadi tambah mandiri, berwawasan luas, kretaif dan inovatif atau tidak?. Yang penting apabila sudah lulus Ujian Nasional berarti sudah berhasil. Konsekuensi asumsi yang demikian adalah wali peserta didik kemudian menjadi kurang respek terhadap pengawasan dan pendampingan belajar anaknya. Orang tua baru akan peduli terhadap belajar anaknya ketika Ujian Nasional sudah dekat, sementara untuk saat-saat di luar menjelang Ujian Nasional, anak tidak pernah dimotivasi untuk belajar secata continue.
Di samping apa yang telah diuraikan di atas, sebenarnya dampak negatif dari sistem Ujian Nasional yang ada sekarang ini juga melanda ke lembaga-lembaga /para pengelola pendidikan non pemerintah. Harus diingat bahwa para pengelola lembaga pendidikan non-pemerintah dalam membangun gedung/ RKB dan pengadaan fasilitas pendidikan yang lain itu, dananya berasal dari hutang bank. Kemudian guru dan karyawannya 100% swasta .
Mereka berkewajiban “mencicil” tiap bulan ke Bank dan membayar guru/karyawan tiap bulan. Coba apa yang bakal terjadi apabila sekolah tersebut banyak yang tidak lulus?. Dengan demikian lembaga-lembaga pendidikan non pemerintah yang kondisinya demikian penulis yakin akan berusaha dengan “cara apapun” yang penting para siswanya harus lulus Ujian Nasional. Sebab, kalau sampai terjadi banyak yang tidak lulus Ujian Nasional akan dapat berakibat fatal dan bahkan bisa terjadi “kiamat” di lembaga pendidikan tersebut. Sebab, secara empirik, lembaga pendidikan non pemerintah yang demikian itu, sebenarnya bukan saja berfungsi sebagai wahana pencerdasan anak bangsa/peserta didik tetapi juga berfungsi ekonomis, yakni sebagai “lahan penghidupan” bagi guru dan pegawai yang berada di dalamnya beserta keluarganya. Dengan demikian kelulusan Ujian Nasional itu ada hubungannya dengan “dapur”.
Pelaksanaan Ujian Nasional sering kali mengorbankan siswa dan guru, di tingkat akhir sekolah pembelajaran siswa hanya difokuskan untuk lulus Ujian Nasional dengan pemberian pelajaran tambahan yang bisa menyebabkan siswa stress.
Ada yang berpendapat Ujian Nasional malah menghambat perkembangan anak didik. Ujian Nasional merupakan pemborosan untuk sesuatu yang tidak berarti apa-apa dalam peningkatan perkembangan anak didik.
3.4 Ujian Nasional Sebagai Kebutuhan
Indonesia sudah mengalami beberapa kali perombakan berkenaan dengan sistem yang digunakan dalam bidang pendidikan. Yang terakhir kurikulum yang digunakan dalam sistem pendidikan nasional disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang secara substansi dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh tiap satuan pendidikan dengan memasukkan pendidikan berbasis budaya lokal. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan kurikulum antara sekolah yang berada di wilayah A dengan sekolah yang berada di wilayah B. Karena karakteristik suatu wilayah pasti berbeda sesuai dengan topografi dan kondisi budayanya.
Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa, dilakukan penilaian secara sistematis. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, penilaian dilakukan oleh pendidik secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Satuan pendidikan atau sekolah juga harus melakukan penilaian kepada siswa untuk menilai pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) semua mata pelajaran melalui ujian sekolah. Namun selain penilaian dari kedua pihak tersebut adalagi penilaian yang dilakukan oleh pemerintah untuk menilai kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu kelompok mata pelajaran iptek melalui Ujian Nasional.
3.5 Perlu-tidaknya untuk menghadapi Pro dan kontra dari Ujian Nasional
Untuk menghindari pro dan kontra tentang perlu-tidaknya ada Ujian Nasional, maka penulis menawarkan alternatuf solusi. Pertama, kembalikan fungsi Ujian Nasional itu sebagai sekedar alat “pemetaan” (mapping) kualitas pendidikan, bukan sebagai alat penentu kelulusan. Jadi, Ujian Nasional itu berfungsi seperti sistem Ebtanas yang model dahulu. Artinya anak tetap mendapat STTB dan nilai Ebtanas sebagai lampiran dari STTB tersebut. Ketika Ujian Nasional tidak dijadikan alat penentu kelulusan, maka pelaksanaan Ujian Nasional di sekolah/madrasah jelas cenderung akan lebih fair-play dan jujur karena tidak ada rasa khawatir peserta didiknya tidak lulus. Kemudian yang menentukan lulus-tidaknya peserta didik, diserahkan kepada sekolah/madrasah. Kedua, apabila Ujian Nasional itu tetap dijadikan alat penentu kelulusan, maka agar Ujian Nasional itu lebih demokratis dan adil, batas kelulusan (passing-grade) yang dijadikan patokan kelulusan itu jangan hanya ada satu seperti sekarang, tapi paling tidak ada tiga tipologi /strata passing-grade, misalnya : tipe A dinyatakan lulus dengan passing grade 5,1, tipe B lulus dengan passing grade 4,1 dan tipe C lulus dengan passing grade 3,1. Dan sejak awal pendaftaran Ujian Nasional peserta didik sudah mendaftar Ujian Nasional dengan preferensi tipe /passing-grade yang sesuai dengan kemampuan dirinya. Sekarang ini kan tidak adil.
Sekolah/madrasah yang pinggiran, sekolah/madrasah yang gurunya belum memenuhi standar, sekolah/madrasah yang sarprasnya sangat tidak memenuhi, passing-grade-nya disamakan dengan sekolah yang sudah berstandar SSN. Dimana letak keadilannya?. Apabila tiga tipologi passing-grade itu sejak awal sudah ditawarkan kepada peserta didik yang akan melaksanakan Ujian Nasional berarti telah ada keadilan dalam dunia pendidikan kita. Peserta didik yang mendapat nilai tinggi tentu akan masuk ke sekolah-sekolah favorit- sementara yang nilainya rendah akan memilih sekolah/madrasah yang sekiranya mau menerima dirinya sesuai dengan nilai hasil Ujian Nasional/Nilai Ebtanas Murni yang dimilki.
4.6 Cara Membangun Kejujuran dari Ujian Nasional
Kejujuran UN Nilai-nilai kejujuran menjadi sesuatu yang langka di negeri ini. Tidaklah efektif diadakan ikrar kejujuran dalam penyelenggaraan UN. Seakan kejujuran hanya sebatas seremonial jelang penyelenggaraan UN saja. Yang terpenting adalah meningkatan proses pengawasan dalam ruang ujian dan memberikan tindakan tegas bagi siapa saja yang melakukan kecurangan baik dari kalangan peserta didik maupun para penyelenggaran UN itu sendiri dan yang lebih penting lagi adalah penanaman nilai-nilai kejujuran dalam proses pembelajaran.
Misalnya melalui pengetatan pengawasan dalam penyelenggaraan ulangan harian (UH), ulangan tengah semester (UTS), dan ulangan akhir semester (UAS). Selain itu, perlu penguatan materi nilai kejujuran melalui mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), seperti penambahan materi Aqidah. Misalnya, dengan menanamkan materi ‘Ma’iyyatullah” (kebersamaan Allah SWT). Kesertaan Allah pada diri manusia hanya dapat dirasakan oleh mereka yang beriman kepada Allah. Merasakan kesertaan Allah adalah sebagai hasil dari “Makrifatullah” (mengenal Allah SWT). Dengan mengenal Allah maka akan menghasilkan suatu pemahaman dan pengenalan yang baik, kemudian membuahkan hasil berupa sikap adanya keikutsertaan Allah atas segala perbuatan manusia.
Orang yang merasakan kesertaan Allah dalam hidupnya akan merasakan hidup yang baik dan tentram. Selain itu hidupnya terjaga dari kemaksiatan, seperti kecurangan dalam ujian, karena merasakan adanya pengawasan Allah SWT. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Hasyr [59]: 18). Hanya orang-orang yang memiliki kemantapan imanlah yang dapat merasakan adanya muraqabatullah secara baik dan benar. Dan mereka berhak mendapatkan nashrun minallah (pertolongan dari Allah). Allah SWT berfirman, “Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah berserta orang-orang yang bertaqwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 194). UN Berprestasi Dengan penanaman nilai-nilai kejujuran semenjak pertama peserta didik menginjakkan kakinya di lingkungan pendidikan, maka dapat membentuk karakter mereka.
Pada akhirnya proses tersebut dapat mengantarkan pada budaya berprestasi dalam lingkungan pendidikan. Dan menjadi lenyaplah budaya ‘SKS’ (sistem kebut semalam) dari lingkungan pendidikan. Jika budaya kejujuran dan mental berprestasi ini diejawantahkan dalam lingkungan pendidikan sedini mungkin, maka tidak menutup kemungkinan akan dapat menghasilkan UN yang berprestasi. Semoga. Selain itu, dengan budaya jujur dan berprestasi ini akan dapat menyingkirkan rasa cemas setiap menjelang UN, yang pada akhirnya lembaga pendidikan menjadi fokus dalam melaksanakan amanah pendidikan sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.















BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Indonesia sudah mengalami beberapa kali perombakan berkenaan dengan sistem yang digunakan dalam bidang pendidikan. Yang terakhir kurikulum yang digunakan dalam system pendidikan nasional disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang secara substansi dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh tiap satuan pendidikan dengan memasukkan pendidikan berbasis budaya lokal.
Ada yang bahagia karena berhasil lulus dan ada sekelompok kecil yang bersedih karena tidak berhasil lulus. Yang lulus belum berarti mereka lebih pintar daripada yang tidak lulus tidak mengindikasikan bahwa mereka lebih bodoh.
Satu hal lagi yang dilupakan oleh pemerintah adalah bahwa tidak semua siswa menjadi lebih rajin dalam mempersiapkan menghadapi Ujian Nasional. Pemerintah mungkin lupa akan adanya kecerdasan majemuk dan sifat para siswa yang memang sangat beragam.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan mempublikasikan provinsi yang melakukan kecurangan sebagai daerah 'hitam' dan yang jujur sebagai daerah 'putih' dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) .
Hal itu dilakukan untuk menjaga kualitas dan kejujuran hasil UN bagi para peserta didik di Indonesia. "Kejujuran itu pertanggungjawaban pribadi pada Tuhan, terlebih kita semua sudah berikrar. Kejujuran harus menjadi orientasi kita bersama. kita juga harus memberi penghargaan pada daerah yang jujur dan memberikan hukuman moral bagi daerah yang tidak jujur," kata Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud), Prof Wiendu Nuryanti saat pemantuan UN di SMAN I Yogyakarta, Senin ,16/4/2012).
4.2 Saran-saran
Sebaiknya Ujian Nasional, perlu evaluasi terus setiap tahunnya.Karena akan membuat peserta didik menjadi sangat terbebani dengan nilai standarisasi itu. Upaya yang harus lebih diperhatikan siswa dianjurkan sewaktu mengikuti kegiatan belajar tambahan harus serius dan bersungguh-sungguh.
Ujian Nasional sangat penting karena itu merupakan barometer atau ukuran keberhasilan peserta didik sejauh mana siswa menyerap atau menerima materi yang disampaikan pengajar, karena kalau peserta didik yang berhasil menerima materi tersebut pasti lulus, tapi itu kembali pada pengajar dan yang memberi materi tersebut.
Selain mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah sebaiknya peserta didik dibekali keterampilan, agar peserta didik bisa mengembangkan keterampilannya setelah keluar dari sekolahnya dan tidak harus yang mengeluarkan biaya besar-besaran untuk mengadakan pendidikan keterampilan tersebut di sekolah.







DAFTAR PUSTAKA
harian KOMPAS, Selasa 15 Desember 2009
harian KOMPAS, Jumat 20 November 2009
Radar Cirebon, Wacana, 19/4/2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar