KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim
Puji serta syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah
SWT yang senantiasa memberikani rahmat, taufik, hidayah,
serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat
serta salamnya semoga dilimpahkan kepada junjunan kita Nabi Besar Muhammad SAW,
keluarganya, sahabatnya, serta orang-orang yang taat kepada ajarannya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih
banyak kekurangannya, baik dalam penyusunan maupun dalam tutur bahasanya.Namun
penulis tetap mengharapkan dan semoga makalah ini dapat memberi manfaat pada
semua yang berkepentingan, khususnya bagi penulis sendiri.
Untuk itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa
penulis harapkan sebagai landasan penyusunan makalah selanjutnya. Semoga
makalah yang sederhana ini mencapai tujuan yang dimaksud dan bermanfaat bagi
agama, nusa dan bangsa.
Banjarmasin,
Desember 2012
Sarjani
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................4
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................................5
3.1 Pengertian Ujian Nasional................................................................................................
3.2 Bagaimana Penyebab Seseorang melakukan Kecurangan dari
Ujian Nasional?..........
3.3 Bagaimana Dampak Positif
dan Negatif
dari Ujian Nasional?........................................
3.4 Bagaimana Jika Ujian Nasional menjadi
salah Satu Kebutuhan?.............................
3.5 Bagaimana Perlu-tidaknya untuk menghadapi Pro dan kontra?................................
3.6 Bagaimana Cara membangun kejujuran
dari Ujian
Nasional?.....................................
BAB IV PENUTUP............................................................................................................
4.1
Kesimpulan...................................................................................................................
4.2 Saran-saran....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persoalan
yang dihadapi didunia Pendidikan didalam Sekolah saat Ujian Nasional sering
kali melakukan perbuatan yang tidak jujur,padahal pendidikan semacam Ujian Nasional digunakan, karena dalam
pelaksanaannya hanya mendorong para pendidik dan peserta didik menggunakan
berbagai macam cara untuk dapat lulus ujian nasional tanpa memperhatikan nilai
dan norma yang selama masa studinya dipelajari, pasalnya ujian nasional sampai
saat ini hanya berorientasi terhadap hasil nilai akhir semata, alih-alih
evaluasi justru kehilangan jati diri karena menghalalkan segala cara untuk
memperoleh hasil yang maksimal dalam ujian nasional.
Pendidikan
bukan hanya sebatas transfer of knowledge,melainkan sebagai upaya pembimbingan
peserta didik untuk mencapai perkembangan,baik secara jasmani dan rohani ke
arah kedewasaan agar terbentuknya karakter yang baik.Akan tetapi,lagi-lagi
masalah tersebut dianggap hal yang wajar saja saat ujian nasional yang
dilakukan pelajar serta para guru membiarkan
perbuatan tersebut.
Namun,juga
salah melakukan perbuatan tidak jujur dengan kondisi nyata saat Ujian
Nasional(UN),hal ini bisa disebabkan 2(dua) hal,yaitu: Pertama,para guru dalam
hal mengajar mengalami kegagalan sehingga beliau melakukan hal tersebut.Kedua,kurang
tepatnya sistem pendidikan dianut diIndonesia yang berbagai banyak mata
pelajaran sedangkan kondisi siswa siswi belum dapat menampung.
Oleh karena itu, masalah budaya tidak jujur atau curang saat
Ujian Nasional(UN),merupakan salah satu hal yang cukup disoroti banyak pihak
baik dimata pemerintah ataupun masyarakat. Berdasarkan pertimbangan di
atas penulis merasa tertarik untuk membuat makalah ini dengan memilih judul : “MEMBANGUN
BUDAYA KEJUJURAN DARI UJIAN NASIONAL(UN)”.
1.2 Rumusan
Masalah
Di dalam pembuatan makalah ini penulis
mengambil sebuah judul “.MEMBANGUN BUDAYA KEJUJURAN DARI UJIAN NASIONAL(UN)”.Dengan
orientasi untuk memberikan gambaran umum dari seputar dunia pendidikan di
Indonesia itu sangat luas maka penulis batasi dengan pembatasan sebagai
berikut:
1)Apa itu pengertian Ujian Nasional?
2)Bagaimana Penyebab Seseorang melakukan kecurangan dari Ujian
Nasional?
3) Bagaimana dampak positif
dan negatif
dari Ujian Nasional?
4)Bagaimana jika Ujian Nasional menjadi salah satu kebutuhan?
5) Bagaimana Perlu-tidaknya untuk
menghadapi Pro dan kontra?
6) Bagaimana Cara membangun kejujuran
dari Ujian
Nasional?
1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan utama penulisan pembuatan makalah ini ialah sebagai berikut
:
1) Untuk memenuhi salah satu syarat Tugas Akhir Semester Pertama
mata
kuliah Pengantar Pendidikan.
2) Untuk mencoba kemampuan penulis sendiri membuat makalah dengan
memperoleh
Potret Pendidikan Indonesia masa
kini serta dari berbagai sumber dari Internet dan Buku.
3) Untuk memberikan gambaran umum tentang Budaya
tidak jujur atau dari UN.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ujian Nasional(UAN) adalah kegiatan
pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang
pendidikan menengah. Ujian Nasional bertujuan menilai pencapaian kompetensi
lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah
satu pertimbangan untuk:
Pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan;
Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
Penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan
pendidikan;
Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan.
Mata pelajaran yang diujikan pada Ujian Nasional
SMA/MA:
Program IPA, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika,
Fisika, Kimia, dan Biologi.
Program IPS, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ekonomi,
Sosiologi, dan Geografi.
Program Bahasa, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika,
Bahasa Asing lain yang diambil, Sejarah Budaya/ Antropologi, dan Sastra
Indonesia.
Program Keagamaan, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
Matematika, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadis, dan Ilmu Kalam.
Standar Kompetensi Lulusan Ujian Nasional (SKLUN)
Tahun Pelajaran 2008/2009 merupakan irisan (interseksi) dari pokok bahasan/sub
pokok bahasan Kurikulum 1994, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada
Kurikulum 2004, dan Standar Isi. Kurikulum 1994 adalah kurikulum pendidikan
menengah yang sudah berlaku secara nasional sejak tahun pelajaran 1994/1995
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993,
Nomor 061/U/1993 Tahun 1993, Nomor 080/U/1993, Nomor 126/U/1993, dan Nomor
129/U/1993.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Ujian Nasional
Ujian Nasional merupakan salah satu
bentuk evaluasi pendidikan yang pada saat ini digunakan dalam evaluasi
pembelajaran di Indonesia. Meskipun pada November tahun 2009 Mahkamah
Konstitusi telah memutuskan menghapus system yang berlaku pada Ujian Nasional
(UN), namun system yang digunakan saat ini pun nampaknya belum terjadi
perubahan yang signifikan.
Pada
dasarnya tujuan ujian nasional adalah memberikan evaluasi terhadap peserta
didik akan materi yang telah diterima selama masa studinya, namun dalam
implementasi pada saat ini ujian nasional justru menjadi hal yang teramat
menakutkan bagi para peserta didik, pasalnya ujian nasional hari ini dijadikan
satu-satunya penentu kelulusan bagi para peserta didik. Hal inilah yang rutin
setiap tahunnya menjadi sebuah pro kontra dikalangan masyarakat, bahkan tak hayal menjadi sebuah
permasalahan yang teramat krusial.
System
penilaian ujian nasional kini diubah persentasenya sesuai dengan keputusan
bersama dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), sesuai kesepakatan
dengan menjunjung prinsip keadilan yaitu 40% dari hasil ujian nasional dan 60 %
dari hasil lapor belajar peserta didik di sekolah, padahal menurut sri martini
dalam bukunya pengantar ilmu pendidikan, proses pendidikan merupakan kegiatan
utama pengubah input (peserta didik) menjadi output disinlah peran utama
pendidikan. Dalam aktivitas pendidikan tidak hanya melihat hasil, tetapi justru
yang penting adalah prosesnya. Peserta didik yang hasil belajarnya baik, belum
tentu karena adanya kecurangan dalam mengikuti tes.Meskipun pada saat
ini system penilaian ujian nasional telah dirubah persentasenya namun masih
saja ujian nasional menjadi suatu hal yang menakutkan bagi peserta didik.
Apabila kita
perhatikan tingkat kelulusan Ujian Nasional tahun 2010 pada jenjang SMA yang
mengalami penurunan yang signifikan daripada hasil kelulusan Ujian Nasional
pada tahun 2009, jika di tahun 2009 persentase kelulsan mencapai 95,05%
sedangkan pada tahun 2010 persentasenya hanya mencapai 89,61%. Data yang
diambil dari data kementerian pendidikan tersebut menggambarkan kurang
relevannya model evaluasi pendidikan semacam Ujian Nasional digunakan, karena
dalam pelaksanaannya hanya mendorong para pendidik dan peserta didik
menggunakan berbagai macam cara untuk dapat lulus ujian nasional tanpa
memperhatikan nilai dan norma yang selama masa studinya dipelajari, pasalnya
ujian nasional sampai saat ini hanya berorientasi terhadap hasil nilai akhir
semata, alih-alih evaluasi justru kehilangan jati diri karena menghalalkan
segala cara untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam ujian nasional.
Sedangkan
menurut keterangan, tingkat kelulusan UN tahun 2012 SMA SMK MA mencapai 99,5%
secara Nasional. Namun bagi 0,5% yang tidak lulus UN jangan patah arang, stress
atau patah semangat, karena masih ada kesempatan dengan cara mengikuti ujian
kesetaraan paket C, yang dilaksanakan pada medio Juli 2012 atau dengan cara
mengulang pada UN tahun berikutnya.Sementara menurut Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Siswa yang tidak lulus UN terbanyak berasal dari Provinsi Nusa
Tenggara Timur sebesar 5,50%, dan Provinsi Gorontalo 4,24%. Sementara provinsi
yang tingkatan tidak lulus UN terkecil adalah Jawa Timur sebesar 0,07%.
3.2
Penyebab Seseorang Melakukan Kecurangan dari Ujian Nasional
Faktor-faktor
Penyebab siswa menyontek saat melaksanakan ujian dan ulangan antara lain adalah :
a. Tekanan yang terlalu besar yang diberikan kepada “hasil studi” berupa
angka dan nilai yang diperoleh siswa dalam test formatif atau sumatif
b. Pendidikan moral baik di rumah maupun di sekolah kurang diterapkan
dalam kehidupan siswa
c. Sikap malas yang terukir dalam diri siswa sehingga ketinggalan dalam
menguasai mata pelajaran dan kurang bertanggung jawab
d. Anak remaja lebih sering menyontek dari pada anak SD, karena masa
remaja bagi mereka penting sekali memiliki banyak teman dan populer di kalangan
teman- teman sekelasnya
e. Kurang mengerti arti dari pendidikan
Dari beberapa faktor penyebab di atas, dapat dikatakan
siswa memiliki masalah di sekolah dan konsep diri yang rendah. Maka sebagai
guru agama berkewajiban memberikan motivasi siswa yang menyontek saat ujian dan
ulangan dengan membiasakan bersikap jujur dalam setiap perbuatan yang dilakukan
siswanya dan membangkitkan konsep percaya diri dan berusaha diri yang lebih
baik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam setiap kegiatan secara
maksimal guru agama Islam dalam memahami masalah siswa, menurut Muhaimin dan
Abd. Mujib adalah sebagai berikut:
1. Siswa bukanlah miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri
sehingga metode belajar mengajar tidak boleh disamakan denagan orang dewasa.
2. Siswa mengikuti periode- periode perkembangan tertentu dan mempunyai
pola perkembangan serta tempo dan iramanya. Implimintasi terhadap pendidikan
adalah bagaimana menyesuaikan proses pendidiakn itu dengan pola dan tempo,
serta irama dan perkembangan siswa itu sendiri.
3. Siswa memiliki kebutuhan dan menuntut untuk memenuhi kebutuhan itu
semaksimal mungkin.
4. Siswa memiliki perbedaan antara individu – individu dengan individu
yang lain, baik perbedaan yang disebabkan faktor endogen ( fitrah) maupun
eksogen ( lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat,
minat dan lingkungan yang mempengaruhinya.
5. Siswa dipandang sebagai kesatuan sistem manusia ( cipta, rasa ,karsa).
6. Siswa merupakan objek pendidikan yang aktif dan kreatif serta produktif
3.3 Dampak Positif
dan Negatif dari Ujian Nasional
Ø
Dampak postiif
Ada beberapa dampak positif dari Ujian Nasional ,yaitu.:
1.membuat orang semakin bekerja keras untuk mendapatkan nilai yang bagus
2.membuat orang makin cerdas
3.tidak ada waktu terbuang dari hal-hal yang tidak perlu
4.selalu ada motipasi belajar yang giat
Ø
Dampak Negatif Ujian
Nasional
Perhelatan rutin tahunan Ujian Nasional telah usai. Sebagai sebuah
kebijakan pemerintah Ujian Nasional jelas ada sisi positif (manfaat) dan juga
ada sisi negatifnya (madharat). Untuk kasus Ujian Nasional, manfaatnya jelas
ada, dampak/ekses negatif dari Ujian Nasional itu jauh lebih besar dibanding
dengan manfaatnya. Tulisan ini sengaja hanya akan mencoba menguak dampak
negatif dari pelaksanaan Ujian Nasional dengan sistem yang ada sekarang.
Bukankah Ujian Nasional yang sungguh telah menghabiskan dana negara atau uang
rakyat yang sangat banyak itu, langsung maupun tidak langsung, sebenarnya telah
meninggalkan efek negatif terhadap masyarakat di dalam mempersepsi keberadaan
pendidikan nasional?.
Dampak negatif dari sistem Ujian Nasional yang ada sekarang ini adalah bergesernya
paradigma (wijhat al- Nadzar) bagi para praktisi pendidikan, peserta didik dan
wali pseserta didik.
Pertama, konstruk berfikir para kepala sekolah /
madrasah dan guru tentang hakekat atau substansi dari kegiatan pendidikan
sekarang ini hanyalah sebatas mengantarkan para peserta didik untuk lulus Ujian
Nasional saja. Akibatnya, tentang bagaimana mengantarkan peserta didik untuk
menjadi anak yang cerdas sebagaimana dirumuskan dalam tujuan utama pendidikan
nasional, tidak pernah terpikirkan secara sistemik. Karena yang penting
bagaimana para peserta didik itu siap berlaga dalam Ujian Nasional yang hanya
terdiri dari tiga mata pelajaran tersebut.
Kedua, dampak Ujian Nasional bagi peserta didik adalah
timbulnya pemahaman yang keliru terhadap makna bejalar di sekolah/madrasah.
Tujuan study (belajar) yang mestinya dalam rangka mencari ilmu (thalab al-
‘ilmi), kecerdasan dan akhlak yang mulia (akhlak al-Karimah) berubah menjadi
sekedar meraih kelulusan Ujian Nasional untuk tiga mata pelajaran Ujian Nasional.
Akibatnya, mata pelajaran yang tidak di Ujian Nasional kan akhirnya menjadi
dinomorduakan, termasuk gurunya. Kondisi demikian ini masih diperparah oleh
sistem pelaksanaan Ujian Nasionalnya tidak jujur. Setiap kali ada pelaksanaan
Ujian Nasional hampir pasti muncul aroma yang cukup tajam bahwa ada beberapa
sekolah/madrasah yang dalam pelaksanaan Ujian Nasionalnya tidak fair-play alias
tidak jujur. Artinya, dalam pelaksanaan Ujian Nasional di tingkat
sekolah/madrasah itu panitianya dan tentu dengan “restu” kepalanya secara
langsung atau tidak langsung membantu siswa supaya lulus Ujian Nasional,
misalnya dengan cara memberi kunci jawaban kepada peserta Ujian Nasional, dan
juga bisa dengan cara menggunakan siswa pandai untuk “dicontoh” oleh peserta
didik yang memang lemah.
Sebenarnya untuk mendeteksi sebuah sekolah/madrasah bertindak curang atau
tidak itu tidak terlalu sulit, di antaranya menanyakan kepada para peserta
didik yang baru saja menyelesaikan belajarnya (tamat). Dari informasi tersebut
dapat diketahui bahwa sebuah sekolah/madrasah itu melakukan curang/ tidak. Di
samping itu, di dunia pendidikan kita sekarang ini muncul “keanehan-keanehan”.
Pertanyaannya adalah “ada apa denganmu panitia Ujian Nasional di tingkat
sekolah/madrasah?” Sekolah/madrasah yang dalam pelaksanaan Ujian Nasionalnya
itu tidak jujur dan tidak fair-play, sebenarnya lembaga pendidikan tersebut
telah melakukan “kejahatan intelektual” secara berjama’ah. Siapa yang paling
berdosa, tidak lain adalah panitia Ujian Nasional di tingkat sekolah/madrasah
yang tentu saja “dikomandani” oleh kepala sekolah/kepala madrasahnya. Dengan
melakukan kecurangan, berarti telah menafikan nilai-nilai akademis dari sebuah
kegiatan pendidikan yaitu kejujuran (fairness) dan obyektifitas (objectivity)
itu sendiri. Kalau dalam wilayah ilmu itu tidak jujur, jelas itu merupakan
bentuk “kejahatan intelektual”. Bagi sekolah/madrasah yang dalam pelaksanaan
Ujian Nasionalnya curang, maka akan berdampak pada peserta didik di kelas
bawahnya yang tahun berikutnya akan melaksanakan Ujian Nasional. Mereka para
adik kelas yang mwngetahui bahwa kakak kelas dalam Ujian Nasionalnya itu
dibantu oleh guru, maka jelas mereka akan “ogah-ogahan” dalam belajar karena
mereka tahu bahwa nanti pada saat UJian Nasional pasti akan dibabntu oleh guru
sebagaimana kakak kelasnya dulu.
Ketiga, dampak negatif terhadap wali peserta didik
adalah bahwa sekarang ini sudah banyak wali peserta didik yang beranggapan
bahwa yang namanya sukses pendidikan anaknya yaitu apabila anaknya lulus Ujian
Nasional. Degan demikian para wali peserta didik sudah tidak lagi memperdulikan
apakah anaknya itu akhlak/kelakuannya baik atau tidak, menjadi tambah mandiri,
berwawasan luas, kretaif dan inovatif atau tidak?. Yang penting apabila sudah
lulus Ujian Nasional berarti sudah berhasil. Konsekuensi asumsi yang demikian
adalah wali peserta didik kemudian menjadi kurang respek terhadap pengawasan
dan pendampingan belajar anaknya. Orang tua baru akan peduli terhadap belajar
anaknya ketika Ujian Nasional sudah dekat, sementara untuk saat-saat di luar
menjelang Ujian Nasional, anak tidak pernah dimotivasi untuk belajar secata
continue.
Di samping apa yang telah diuraikan di atas, sebenarnya dampak negatif
dari sistem Ujian Nasional yang ada sekarang ini juga melanda ke lembaga-lembaga
/para pengelola pendidikan non pemerintah. Harus diingat bahwa para pengelola
lembaga pendidikan non-pemerintah dalam membangun gedung/ RKB dan pengadaan
fasilitas pendidikan yang lain itu, dananya berasal dari hutang bank. Kemudian
guru dan karyawannya 100% swasta .
Mereka berkewajiban “mencicil” tiap bulan ke Bank dan
membayar guru/karyawan tiap bulan. Coba apa yang bakal terjadi apabila sekolah
tersebut banyak yang tidak lulus?. Dengan demikian lembaga-lembaga pendidikan
non pemerintah yang kondisinya demikian penulis yakin akan berusaha dengan
“cara apapun” yang penting para siswanya harus lulus Ujian Nasional. Sebab,
kalau sampai terjadi banyak yang tidak lulus Ujian Nasional akan dapat
berakibat fatal dan bahkan bisa terjadi “kiamat” di lembaga pendidikan
tersebut. Sebab, secara empirik, lembaga pendidikan non pemerintah yang
demikian itu, sebenarnya bukan saja berfungsi sebagai wahana pencerdasan anak
bangsa/peserta didik tetapi juga berfungsi ekonomis, yakni sebagai “lahan
penghidupan” bagi guru dan pegawai yang berada di dalamnya beserta keluarganya.
Dengan demikian kelulusan Ujian Nasional itu ada hubungannya dengan “dapur”.
Pelaksanaan Ujian Nasional sering kali mengorbankan siswa dan guru, di
tingkat akhir sekolah pembelajaran siswa hanya difokuskan untuk lulus Ujian
Nasional dengan pemberian pelajaran tambahan yang bisa menyebabkan siswa
stress.
Ada yang berpendapat Ujian Nasional malah menghambat
perkembangan anak didik. Ujian Nasional merupakan pemborosan untuk sesuatu yang
tidak berarti apa-apa dalam peningkatan perkembangan anak didik.
3.4 Ujian Nasional Sebagai Kebutuhan
Indonesia sudah mengalami beberapa kali perombakan
berkenaan dengan sistem yang digunakan dalam bidang pendidikan. Yang terakhir
kurikulum yang digunakan dalam sistem pendidikan nasional disebut dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang secara substansi dikembangkan
dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah,
dan peserta didik. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum
operasional yang disusun oleh tiap satuan pendidikan dengan memasukkan
pendidikan berbasis budaya lokal. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan
kurikulum antara sekolah yang berada di wilayah A dengan sekolah yang berada di
wilayah B. Karena karakteristik suatu wilayah pasti berbeda sesuai dengan
topografi dan kondisi budayanya.
Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa, dilakukan penilaian secara
sistematis. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, penilaian dilakukan oleh
pendidik secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan
hasil dalam bentuk ulangan harian, ujian tengah semester dan ujian akhir
semester. Satuan pendidikan atau sekolah juga harus melakukan penilaian kepada
siswa untuk menilai pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) semua mata
pelajaran melalui ujian sekolah. Namun selain penilaian dari kedua pihak
tersebut adalagi penilaian yang dilakukan oleh pemerintah untuk menilai
kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu kelompok mata
pelajaran iptek melalui Ujian Nasional.
3.5 Perlu-tidaknya untuk menghadapi Pro dan kontra dari Ujian Nasional
Untuk menghindari pro dan kontra tentang
perlu-tidaknya ada Ujian Nasional, maka penulis menawarkan alternatuf solusi.
Pertama, kembalikan fungsi Ujian Nasional itu sebagai sekedar alat “pemetaan”
(mapping) kualitas pendidikan, bukan sebagai alat penentu kelulusan. Jadi,
Ujian Nasional itu berfungsi seperti sistem Ebtanas yang model dahulu. Artinya
anak tetap mendapat STTB dan nilai Ebtanas sebagai lampiran dari STTB tersebut.
Ketika Ujian Nasional tidak dijadikan alat penentu kelulusan, maka pelaksanaan
Ujian Nasional di sekolah/madrasah jelas cenderung akan lebih fair-play dan
jujur karena tidak ada rasa khawatir peserta didiknya tidak lulus. Kemudian yang
menentukan lulus-tidaknya peserta didik, diserahkan kepada sekolah/madrasah.
Kedua, apabila Ujian Nasional itu tetap dijadikan alat penentu kelulusan, maka
agar Ujian Nasional itu lebih demokratis dan adil, batas kelulusan
(passing-grade) yang dijadikan patokan kelulusan itu jangan hanya ada satu
seperti sekarang, tapi paling tidak ada tiga tipologi /strata passing-grade,
misalnya : tipe A dinyatakan lulus dengan passing grade 5,1, tipe B lulus
dengan passing grade 4,1 dan tipe C lulus dengan passing grade 3,1. Dan sejak
awal pendaftaran Ujian Nasional peserta didik sudah mendaftar Ujian Nasional
dengan preferensi tipe /passing-grade yang sesuai dengan kemampuan dirinya.
Sekarang ini kan tidak adil.
Sekolah/madrasah yang pinggiran, sekolah/madrasah yang gurunya belum
memenuhi standar, sekolah/madrasah yang sarprasnya sangat tidak memenuhi,
passing-grade-nya disamakan dengan sekolah yang sudah berstandar SSN. Dimana
letak keadilannya?. Apabila tiga tipologi passing-grade itu sejak awal sudah
ditawarkan kepada peserta didik yang akan melaksanakan Ujian Nasional berarti
telah ada keadilan dalam dunia pendidikan kita. Peserta didik yang mendapat
nilai tinggi tentu akan masuk ke sekolah-sekolah favorit- sementara yang
nilainya rendah akan memilih sekolah/madrasah yang sekiranya mau menerima
dirinya sesuai dengan nilai hasil Ujian Nasional/Nilai Ebtanas Murni yang
dimilki.
4.6 Cara
Membangun Kejujuran dari Ujian Nasional
Kejujuran UN Nilai-nilai kejujuran menjadi sesuatu
yang langka di negeri ini. Tidaklah efektif diadakan ikrar kejujuran dalam
penyelenggaraan UN. Seakan kejujuran hanya sebatas seremonial jelang
penyelenggaraan UN saja. Yang terpenting adalah meningkatan proses pengawasan
dalam ruang ujian dan memberikan tindakan tegas bagi siapa saja yang melakukan
kecurangan baik dari kalangan peserta didik maupun para penyelenggaran UN itu
sendiri dan yang lebih penting lagi adalah penanaman nilai-nilai
kejujuran dalam proses pembelajaran.
Misalnya melalui pengetatan pengawasan dalam
penyelenggaraan ulangan harian (UH), ulangan tengah semester (UTS), dan ulangan
akhir semester (UAS). Selain itu, perlu penguatan materi nilai kejujuran
melalui mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), seperti penambahan materi
Aqidah. Misalnya, dengan menanamkan materi ‘Ma’iyyatullah” (kebersamaan Allah
SWT). Kesertaan Allah pada diri manusia hanya dapat dirasakan oleh mereka yang
beriman kepada Allah. Merasakan kesertaan Allah adalah sebagai hasil dari
“Makrifatullah” (mengenal Allah SWT). Dengan mengenal Allah maka akan menghasilkan
suatu pemahaman dan pengenalan yang baik, kemudian membuahkan hasil berupa
sikap adanya keikutsertaan Allah atas segala perbuatan manusia.
Orang yang merasakan
kesertaan Allah dalam hidupnya akan merasakan hidup yang baik dan tentram.
Selain itu hidupnya terjaga dari kemaksiatan, seperti kecurangan dalam ujian,
karena merasakan adanya pengawasan Allah SWT. Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Hasyr [59]:
18). Hanya orang-orang yang memiliki kemantapan imanlah yang dapat merasakan
adanya muraqabatullah secara baik dan benar. Dan mereka berhak mendapatkan
nashrun minallah (pertolongan dari Allah). Allah SWT berfirman, “Bertaqwalah
kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah berserta orang-orang yang bertaqwa.”
(QS Al-Baqarah [2]: 194). UN Berprestasi Dengan penanaman nilai-nilai kejujuran
semenjak pertama peserta didik menginjakkan kakinya di lingkungan pendidikan,
maka dapat membentuk karakter mereka.
Pada akhirnya proses tersebut
dapat mengantarkan pada budaya berprestasi dalam lingkungan pendidikan. Dan
menjadi lenyaplah budaya ‘SKS’ (sistem kebut semalam) dari lingkungan
pendidikan. Jika budaya kejujuran dan mental berprestasi ini diejawantahkan
dalam lingkungan pendidikan sedini mungkin, maka tidak menutup kemungkinan akan
dapat menghasilkan UN yang berprestasi. Semoga. Selain itu, dengan budaya jujur
dan berprestasi ini akan dapat menyingkirkan rasa cemas setiap menjelang UN,
yang pada akhirnya lembaga pendidikan menjadi fokus dalam melaksanakan amanah pendidikan
sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat, dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Indonesia sudah mengalami beberapa kali perombakan berkenaan dengan
sistem yang digunakan dalam bidang pendidikan. Yang terakhir kurikulum yang
digunakan dalam system pendidikan nasional disebut dengan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) yang secara substansi dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta
didik. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang
disusun oleh tiap satuan pendidikan dengan memasukkan pendidikan berbasis
budaya lokal.
Ada yang bahagia karena berhasil lulus dan ada sekelompok kecil yang
bersedih karena tidak berhasil lulus. Yang lulus belum berarti mereka lebih
pintar daripada yang tidak lulus tidak mengindikasikan bahwa mereka lebih
bodoh.
Satu hal lagi yang dilupakan oleh pemerintah adalah bahwa tidak semua
siswa menjadi lebih rajin dalam mempersiapkan menghadapi Ujian Nasional.
Pemerintah mungkin lupa akan adanya kecerdasan majemuk dan sifat para siswa
yang memang sangat beragam.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
akan mempublikasikan provinsi yang melakukan kecurangan sebagai daerah 'hitam'
dan yang jujur sebagai daerah 'putih' dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) .
Hal itu dilakukan untuk menjaga kualitas dan kejujuran
hasil UN bagi para peserta didik di Indonesia. "Kejujuran itu
pertanggungjawaban pribadi pada Tuhan, terlebih kita semua sudah berikrar.
Kejujuran harus menjadi orientasi kita bersama. kita juga harus memberi
penghargaan pada daerah yang jujur dan memberikan hukuman moral bagi daerah
yang tidak jujur," kata Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Wamendikbud), Prof Wiendu Nuryanti saat pemantuan UN di SMAN I Yogyakarta,
Senin ,16/4/2012).
4.2 Saran-saran
Sebaiknya Ujian Nasional, perlu evaluasi
terus
setiap tahunnya.Karena akan membuat peserta didik menjadi sangat terbebani
dengan nilai standarisasi itu. Upaya yang harus lebih diperhatikan siswa
dianjurkan sewaktu mengikuti kegiatan belajar tambahan harus serius dan
bersungguh-sungguh.
Ujian Nasional sangat penting karena itu merupakan
barometer atau ukuran keberhasilan peserta didik sejauh mana siswa menyerap
atau menerima materi yang disampaikan pengajar, karena kalau peserta didik yang
berhasil menerima materi tersebut pasti lulus, tapi itu kembali pada pengajar
dan yang memberi materi tersebut.
Selain mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah sebaiknya peserta
didik dibekali keterampilan, agar peserta didik bisa mengembangkan
keterampilannya setelah keluar dari sekolahnya dan tidak harus yang mengeluarkan
biaya besar-besaran untuk mengadakan pendidikan keterampilan tersebut di
sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
harian KOMPAS, Selasa 15 Desember 2009
harian KOMPAS, Jumat 20 November 2009
Radar Cirebon, Wacana, 19/4/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar